Komisi VI Tak Rela Harga Minyak Goreng Diatur Harga Pasar

18-03-2022 / KOMISI VI
Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza saat menghadiri Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan M Lutfi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (17/3/2022). Foto : Jaka/mr

 

Kebijakan pencabutan Harga Eceran Tertinggi (HET) bagi minyak goreng kemasan menimbulkan polemik baru. Pada Rapat Kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri Perdagangan, Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza menyatakan ketidakrelaan Komisi VI DPR RI terhadap kebijakan pemerintah tersebut, terlebih menganggap skema tersebut merupakan harga yang diinginkan oleh pengusaha.

 

“Kalau kita lihat dan kita saksikan laporan dari teman-teman yang tadinya (stok) kosong di pasar-pasar modern, sekarang sudah sangat berlimpah dengan terapan harga yang kita tahu itu harga yang dimaui oleh para pengusaha. Sekali lagi saya sampaikan harga yang memang diakui oleh para pengusaha. Apa yang disampaikan oleh teman-teman, saya menangkap menilai ada ketidakrelaan bahwa minyak goreng yang menjadi kebutuhan rumah tangga ini sepenuhnya diatur oleh harga pasar,” tegas Faisol dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan M Lutfi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (17/3/2022).

 

Faisol mengungkapkan bahwa yang harus disalahkan pada permasalahan ini adalah pihak-pihak penimbun yang mencari keuntungan dari krisis yang terjadi. Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut, kebijakan pencabutan HET bagi minyak goreng kemasan justru memberikan angin segar bagi para penimbun.

 

"Menurut saya sangat jelas di sini bahwa yang salah, yang sudah dengan bukti hari ini, atau yang sudah melakukan pasti adalah mereka yang sudah menimbun minyak goreng di gudang-gudang mereka. Dan pada saat harga dibiarkan oleh pemerintah untuk sesuai dengan harga pasar mereka dengan senang hati dan bersorak ria membanjiri pasar-pasar. Nah ini hati kita kan, hati kita betul-betul tidak rela," ungkap Faisol. 

 

Legislator dapil Jawa Timur II ini juga menyoroti mekanisme subsidi minyak goreng curah yang diberikan kepada pengusaha, terutama bagi pengusaha minyak goreng yang juga merupakan pengusaha sawit. Tingginya harga CPO ekspor dinilai tidak sebanding dengan pungutan ekspor atau levy, sehingga pengusaha dianggap terlalu banyak meraup keuntungan apalagi jika mereka masih merasakan subsidi produksi minyak goreng.


Nah oleh karena itu Pak Menteri, mungkin bisa diusulkan untuk dibuat atau direvisi KMK mengenai levy ini. Menerapkan levy progresif supaya kenaikan harga yang dinikmati oleh pengusaha dengan ekspor sawit ini juga bisa memberikan sumbangan dan menambal kemungkinan subsidi yang kita keluarkan pada minyak goreng curah ini,” tutup Faisol. (uc/sf)

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...